Jakarta - Carut marut program nasional pengembangan
1.000 menara rumah susun sederhana hak milik (rusunami) mulai menemukan
titik cerah. Menteri Perumahan Rakyat Djan Faridz sudah bertekad
melanjutkan program tersebut yang sempat tertunda itu.
Djan sudah mengusulkan adanya revisi keputusan presiden Nomor 22 tahun 2006 tentang Percepatan Pembangunan Rusunami di perkotaan, juga dengan menyurati kepala pemerintah daerah setempat.
“Saya yakin dan optimistis, pembangunan 1.000 tower rusunami akan rampung hanya dalam waktu 5 tahun. Karena demand tinggi¸banyak peminat, ini sangat menarik dan mendorong minat pengembang atau investor yang ingin membenamkan investasinya di sini," kata Ketua DPD REI DKI Jakarta Rudy Margono dalam keterangan tertulis, Jumat (18/1/2013)
"Kami sendiri memiliki rencana besar membangun 20 tower rusunami di beberapa kawasan di DKI Jakarta dengan harga Rp 200 jutaan,” imbuh Rudy yang juga merupakan CEO Gapura Prima Group.
Djan sudah mengusulkan adanya revisi keputusan presiden Nomor 22 tahun 2006 tentang Percepatan Pembangunan Rusunami di perkotaan, juga dengan menyurati kepala pemerintah daerah setempat.
“Saya yakin dan optimistis, pembangunan 1.000 tower rusunami akan rampung hanya dalam waktu 5 tahun. Karena demand tinggi¸banyak peminat, ini sangat menarik dan mendorong minat pengembang atau investor yang ingin membenamkan investasinya di sini," kata Ketua DPD REI DKI Jakarta Rudy Margono dalam keterangan tertulis, Jumat (18/1/2013)
"Kami sendiri memiliki rencana besar membangun 20 tower rusunami di beberapa kawasan di DKI Jakarta dengan harga Rp 200 jutaan,” imbuh Rudy yang juga merupakan CEO Gapura Prima Group.
Langkah Kemenpera ini didukung oleh asosiasi pengembang yang tergabung dalam Real Estate Indonesia (REI). Ketua Umum DPP REI Setyo Maharso mendukung rencana Menpera dan Gubernur DKI Jokowi ini.
“Program ini telah dianalisis studi kelayakannya, dapat mengatasi kemacetan, mengurangi kawasan permukiman liar dan kumuh, serta dapat mereduksi back log (kekurangan) hunian yang dibutuhkan oleh Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR),” kata Setyo.
Kendati rusunami ini laik bangun, namun saat ini, pengembang kesulitan menyediakan lahan, karena harganya sudah terlalu tinggi. Sehingga tidak terlalu feasible untuk dibangun rusunami. Apalagi dengan patokan harga rusunami sekarang yang sangat tidak sebanding.
“Untuk itu, kami membutuhkan dukungan Jokowi dalam bentuk insentif yang pernah diberikan sewaktu zaman Gubernur Sutiyoso dulu. Insentif yang dimaksud adalah mengembalikan Koefisien Lantai Bangunan (KLB) dari 3 menjadi 6 dengan ketinggian bangunan 24 lantai untuk para pengembang," kata Setyo.
Menurut Rudy, kesepakatan antara Gubernur DKI Jakarta dan Kemenpera untuk meninjau kembali demand atau permintaan rusunami ini di kawasan Jakarta sebagai kajian dalam pemberian insentif hendaknya segera direalisasikan,
Rudy menambahkan perlunya Jokowi segera merealisasikan dukungannya karena kebutuhan rusunami sudah sangat mendesak. Terutama oleh kalangan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) yang bekerja di wilayah DKI Jakarta.
Jika ini terwujud, permasalah perkotaan terutama hunian dengan sendirinya dapat teratasi dan efek ikutannya adalah mereduksi mobilitas komuter yang ulang-alik dari kawasan sekitar (hinterland) menuju pusat kota Jakarta.
REI DKI juga mengusulkan program bedah lingkungan melalui land consolidation kepada Jokowi. Jakarta harus belajar dari Singapura. Permukiman kumuh tidak bisa diatasi hanya dengan bedah rumah, melainkan harus dengan bedah lingkungan.
Termasuk di antaranya dengan cara efektif melakukan land consolidation, di mana lahan strategis harus bebas dari permukiman kumuh. Nantinya di atas lahan tersebut dibangun vertical housing yang tidak memakan lahan banyak.
“Supaya Jakarta masih bisa memiliki Ruang Terbuka Hijau (RTH) dan lahan yang telah dikonsolidasi dapat dimanfaatkan dengan maksimal,” imbuh Rudy.