Masa-masa indah bisnis pembiayaan rumah (KPR) dan kredit kendaraan (KKB) bank syariah tersisa
empat bulan lagi. Terhitung sejak 1 April 2013, ketentuan finance to value (FTV) juga mulai berlaku di bank syariah sehingga tak bisa lagi menampung permohonan KPR dan KKB yang ditolak bank umum.
Sejak
Bank Indonesia (BI) memberlakukan LTV KPR dan KKB di bank umum, bank
syariah menikmati lonjakan permintaan kredit. Debitur yang gagal
memenuhi ketentuan uang muka, bisa memanfaatkan kelonggaran di bank
syariah. Kini, kesempatan untuk menggenjot pembiayaan itu bakal
berakhir.
Direktur Perbankan Syariah BI, Edy Setiadi, menyampaikan
BI berkoordinasi dengan lembaga pembiayaan. Nah, hasilnya, BI
menyepakati aturan ini berlaku mulai 1 April.
"Aturan berlaku setelah kuartal I 2013 untuk mencegah adanya arbitrase aturan," katanya, Minggu (2/12/2012) kemarin.
Sebelumnya,
BI sendiri telah mengumumkan rincian aturan ini pada Jumat (30/11/2012)
lalu. FTV KPR ditetapkan 70% untuk akad murabahah. Artinya, nasabah
harus menyetor uang muka 30%. Sedangkan akad musyarakah mutanaqisah dan
akad ijarah muntahiyah bittamlik, minimal FTV 80%, atau uang muka 20%.
Direktur
Bisnis Bank BNI Syariah, Imam Teguh Saptono, mengatakan aturan ini
tidak berdampak signifikan. Permintaan KPR syariah umumnya untuk rumah
pertama dengan kisaran harga Rp 150 juta - Rp 250 juta. Ini tidak
memberatkan Anak usaha BNI ini tengah memasarkan Tapenas Griya, agar
nasabah mampu menyisihkan penghasilannya untuk uang muka.
Menurutnya, sampai April 2013 ekspansi KPR akan berjalan secara natural, bukan kejar setoran. Saat ini outstanding KPR mencapai Rp 3 triliun atau naik 30% dari posisi sebelumnya.
"Target pertumbuhan pembiayaan 2013 sebesar 35%-40% dimotori KPR, ritel dan mikro," ucapnya.
Kepala Bank Permata Syariah, Achmad Permana menyampaikan, aturan ini akan berpengaruh.
"Tadinya ada peluang memanfaatkan dampak aturan dari bank konvensional tapi nanti jadi tidak bisa," ucapnya.
Menurutnya,
pada 2013, pembiayaan KPR syariah tak akan maksimal karena BUS dan UUS
yang memiliki produk syariah harus menyesuaikan aturan tersebut. Namun,
bank dapat menyiasati dampak aturan itu dengan mengubah akad menjadi
ijarah.
"Bisa ijarah, namun kami akan melihat lebih jauh detail aturannya," tambahnya.
Bagi bank umum syariah dan unit usaha syariah yang melanggar aturan ini akan mendapat sanksi berupa penutupan kegiatan produk. (Nina Dwiantika - kompas.com)