Bukan tanpa alasan jika tahun 2013 ini para pengembang lebih gencar
melansir produk-produk barunya ketimbang tahun lalu. Mereka rupanya
telah membaca pola yang akan terbentuk di pasar jika pemerintah
memproduksi sekaligus menerapkan aturan baru. Seperti pemberlakuan loan to value
(LTV) KPR maksimal 70 persen yang efektif berlaku pada Maret 2012.
Benar saja, pasar (dalam hal ini konsumen) hanya “terkejut” sesaat untuk
lantas menyadari bahwa mereka tetap harus membuat keputusan; membeli
rumah.
Karena rumah merupakan kebutuhan dasar yang harus diprioritaskan. Bagaimana pun cara memilikinya, dengan membeli atau menyewa. Kebutuhan rumah akan terus ada sepanjang kondisi pasar belum mencapai keseimbangan.-- Arief Rahardjo
“Karena rumah merupakan kebutuhan dasar
yang harus diprioritaskan. Bagaimana pun cara memilikinya, dengan
membeli atau menyewa. Kebutuhan rumah akan terus ada sepanjang kondisi
pasar belum mencapai keseimbangan antara supply dan demand ,” ujar Senior Associate Director Research & Advisory Arief Rahardjo, Selasa (16/4/2013).
Konsumen,
menurut riset Cushman and Wakefield, meminati produk rumah seharga Rp
1,4 miliar hingga Rp 2 miliar atau rata-rata Rp 1,7 miliar dengan luas
bangunan 112 hingga 148 meter persegi dan luas tanah 112-144 m2. Ini
artinya, preferensi konsumen Jadebotabek mengarah ke perumahan kelas
menengah atas.
Dari total jumlah 15.851 unit, komposisi terbesar
rumah terserap atau 28 persen di antaranya merupakan rumah-rumah yang
dijual seharga rata-rata Rp 1,7 miliar. Sedangkan rumah kelas menengah
seharga rata-rata Rp 1,1 miliar dan menengah-bawah seharga rata-rata Rp
680 juta, justru hanya terserap pasar 22% dan 8%.
Yang
mengejutkan justru performa penjualan rumah kelas atas. Tercatat 27%
atau 4.280 unit yang berpindah tangan ke konsumen. Padahal harga jualnya
terbilang tinggi yakni rata-rata Rp 2,9 miliar.