Jakarta -Bunga Kredit Pemilikan Rumah (KPR) terus
bergerak naik. Di Indonesia rata-rata mencapai 13%. Ini termasuk yang
paling tinggi di Asia Tenggara.
Analis Perbankan OSO Securities Supriyadi mengatakan, tingginya suku bunga KPR ini memicu tingginya angka kredit macet atau NPL perbankan.
"Kenaikan bunga KPR akan meningkatkan NPL. Bagi yang belum ngambil rumah, ini akan mengerem permintaan properti," kata Supriyadi saat dihubungi detikFinance, Senin (25/8/2014).
Dia menjelaskan, kenaikan bunga KPR ini ada dampak positif dan negatifnya. Dari sisi negatif, kenaikan bunga KPR yang terus merangkak bisa menimbulkan tingginya kredit macet.
Hingga Juni 2014, secara nasional rata-rata kredit macet perbankan mencapai 2,18%. Menurutnya, angka kredit macet tersebut masih terjaga meskipun secara amannya angka NPL berada di bawah 2%.
Analis Perbankan OSO Securities Supriyadi mengatakan, tingginya suku bunga KPR ini memicu tingginya angka kredit macet atau NPL perbankan.
"Kenaikan bunga KPR akan meningkatkan NPL. Bagi yang belum ngambil rumah, ini akan mengerem permintaan properti," kata Supriyadi saat dihubungi detikFinance, Senin (25/8/2014).
Dia menjelaskan, kenaikan bunga KPR ini ada dampak positif dan negatifnya. Dari sisi negatif, kenaikan bunga KPR yang terus merangkak bisa menimbulkan tingginya kredit macet.
Hingga Juni 2014, secara nasional rata-rata kredit macet perbankan mencapai 2,18%. Menurutnya, angka kredit macet tersebut masih terjaga meskipun secara amannya angka NPL berada di bawah 2%.
"NPL per Juni 2,18%, masih terjaga, harapan di bawah 2%, itu aman. Kalau sudah di atas 5% itu baru bahaya," katanya.
Dari sisi positif, Supriyadi menyebutkan, kenaikan bunga KPR ini akan mengerem laju pertumbuhan permintaan properti yang bisa menyebabkan kondisi bubble.
"Di China itu bunga KPR nya lebih tinggi dari kita. Itu sengaja agar bisa mengerem laju permintaan properti. Di sana sudah terlalu tinggi permintaannya tapi tidak disupport kondisi riil jadi bubble. Daripada bubble jadi bunga KPR dinaikkan," tandasnya.
(drk/ang)
Dewi Rachmat Kusuma - detikfinance